Minggu, 25 Maret 2012

Artikel Kimia

Artikel Kimia


Rhodamin B

Posted: 25 Mar 2012 02:58 AM PDT

Rhodamin B

Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.

Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165⁰C.

Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen ( Subandi ,1999). Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan.

Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.

Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah. Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia. Atom Cl yang ada sendiri adalah termasuk dalam halogen, dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan toksik dan karsinogen.

Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin yang seperti disebutkan di atas berikatan dalam struktur Rhodamin B. Penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin kita ketahui mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia.

Klorin sendiri pada suhu ruang berbentuk sebagai gas. Sifat dasar klorin sendiri adalah gas beracun yang menimbulkan iritasi sistem pernafasan. Efek toksik klorin berasal dari kekuatan mengoksidasinya. Bila klorin dihirup pada konsentrasi di atas 30ppm, klorin mulai bereaksi dengan air dan sel-sel yang berubah menjadi asam klorida (HCl) dan asam hipoklorit (HClO). Ketika digunakan pada tingkat tertentu untuk desinfeksi air, meskipun reaksi klorin dengan air sendiri tidak mewakili bahaya utama bagi kesehatan manusia, bahan-bahan lain yang hadir dalam air dapat menghasilkan disinfeksi produk sampingan yang dapat merusak kesehatan manusia. Klorit yang digunakan sebagai bahan disinfektan yang digunakan dalam kolam renang pun berbahaya, jika terkena akan mennyebabkan iritasi pada mata dan kulit manusia.

Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B:

1. Warna kelihatan cerah (berwarna-warni), sehingga tampak menarik.
2. Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun).
3. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.
4. Baunya tidak alami sesuai makanannya
5. Harganya Murah seperti saus yang cuma dijual Rp. 800 rupiah per botol

Rhodamin B

Identifikasi Rhodamin B

Posted: 24 Mar 2012 08:55 PM PDT

Identifikasi Rhodamin B

Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan non pangan. Lagipula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.

Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh (Anonim, 2008)

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :

  • Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
  • Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
  • Warna biru : biru berlian

Tabel : Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.

No Pewarna Sintetis Warna Mudah larut di air
1 Rhodamin B Merah Tidak
2 Methanil Yellow Kuning Tidak
3 Malachite Green Hijau Tidak
4 Sunset Yelow Kuning Ya
5 Tatrazine Kuning Ya
6 Brilliant Blue Biru Ya
7 Carmoisine Merah Ya
8 Erythrosine Merah Ya
9 Fast Red E Merah Ya
10 Amaranth Merah Ya
11 Indigo Carmine Biru Ya
12 Ponceau 4R Merah Ya

Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan (Anonim, 2008).

Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang tidak boleh ada.

Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.

Identifikasi Rhodamin B

Uji Kualitatif MSG

Posted: 24 Mar 2012 02:52 PM PDT

Uji Kualitatif MSG

Spot Test

1 mL larutan sampel (± 1 dari 30 bagian)
Tambahkan 1 mL Triktohidindena hidrat TS dan 100 mg Natrium Asetat
Masukkan ke dalam Waterbath selama 10 menit
Bila timbul warna ungu maka + MSG

Uji kualitatif dengan kromatografi kertas berdasarkan pengujian mutu MSG menurut standar SII (standar industri Indonesia)

Pereaksi :

Larutan contoh

0,5±0,05 gram contoh dilarutkan dalam air hingga 1 liter.

Larutan standar

0,393±0,001 gram asam glutamat (kemurnian tidak kurang dari 99,5%) dinetralkan dengan NaOH p.a dan diencerkan.

Pelarut

Campuran butanol asam asetat pekat dan air dalam perbandingan volume 4:2:1.

Pembangkit warna

Larutan 0,2% ninhidrin dalam alcohol 95% v/v.

Kertas kromatografi

Digunakan kertas whatmen no 1 atau kertas lain yang sesuai dengan ukuran 250×250 mm.

Cara Kerja :

Isikan pelarut kedalam wadahnya dalam bak kromatografi dan dibiarkan 12 jam. Pada kertas kromatografi dibuat garis pada jarak 25 mm dari tepi dengan pensil. Teteskan 0,025 ml contoh dan larutan standar pada garis tersebut dengan jarak masing-masing 10 mm dan 25 mm, dan biarkan hingga kering. Kromatografi dilakukan dengan cara decending, yaitu pelarut bergerak dari bawah keatas. Tepi yang diletakkan di bagian bawah dan ujungnya dicelupkan dalam larutan (10 mm), selama 8 jam. Kertas kemudian diangkat dan digantung sehingga semua pelarut menguap. Seluruh kertas kemudian disemprotkan dengan larutan nihidrasin dan setelah beberapa menit dikeringkan dalam oven 105 sampai 1100 C selam 5 menit. Pada kertas akan tampak spot biru dan tampak pula batas akhir pelarut. Pada pusat tiap spot diberi tanda jarak antara titik awal dengan pusat spot dan dengan batas akhir pelarut di ukur dengan teliti. Harus hanya ada satu spot biru dari larutan contoh dan nilai Rf contoh harus sama nilai Rf standar.

Kolorimetri

Klorida

Larutan yang diperlukan

Larutan klorida standar. Larutan 165 mg NaCl dalam air dan tepatkan hingga 100 ml. Encerkan 10 ml larutan tersebut menjadi 1 liter. Larutan ini mengandung 10 ppm klorida.

Cara Kerja

Larutkan 50 mg MSG-Monohidrat dalam 40 ml air. Tambah 1 ml asam nitrat dan 1 ml 0,1 N perak nitrat. Encerkan hingga 50 ml biarkan dalam ruang gelap selama 5 menit. Bandingkan kekeruhanya dengan larutan yang di buat dari 10 ml larutan klorida standar yang diberi perlakuan yang sama. Kekeruhan MSG Monohidrat tidak boleh lebih keruh dari pada larutan standar.

Logam-logam Berat

Larutan yang diperlukan dan pembuatannya

Larutan sodium sulfide. Larutkan 5 gram sodium sulfide dalam 10 ml air dan 30 ml Glycerine. Simpan larutan ini dalam tempat gelap.

Cara kerja

Masukkan 2,0 gram MSG dalam tabung Nessler. Tambahkan 40 ml air dan 2 ml asam asetat 10% (v/v). Bila larutan tidak jernih, maka disaring dan jadikan 50 ml dengan air. Tambahkan 2 tetes larutan sodium sulfide, aduk dan diamkan 5 menit. Bandingkan warna dengan yang diperoleh dari 8 ml larutan standar Pb. Warna tidak boleh lebih gelap dari larutan standar tersebut.

Uji Kualitatif menggunakan HPLC

Sporn melakukan penentuan MSG dalam sup dan kecap. Glutamat diekstraksi dengan aseton. Ekstrak dimasukkan ke kolom penukar anion (Partisil SAX: 250 x 4,6 mm) dan dielusi dengan RI (inframerah) detector. Metode ini kemudian dimodifikasi lagi oleh Nguyen dan Sporn, di mana mereka juga menggunakan kolom Partisil SAX, tetapi eluenya Potassium dihidrogen fosfat (17 mM, pH 4). Penentuan konsentrasi kemudian dilakukan dengan kombinasi RI dan UV detektor.

Glutamat, asam aspartat, asam piro glutamine, dan klorida ditentukan dengan RI detektor, sedangkan 5'-IMP dan 5"-GMP ditentukan dengan UV pada 254 nm. Beberapa penelitian juga meneliti pengaruh pengalengan, didapati selama pengalengan glutamat stabil, namun nukleotida mengalami degradasi sampai 50% atau lebih akibat hidrolisis. Untuk menentukan konsentrasi glutamat pada konsentrasi rendah, William dan Winfield mendidihkan larutan buffer sodium bikarbonat (pH 10,5) dan dansil klorida dalam gelap. Hasilnya dipindahkan ke kolom C18 (125×4,6 mm) dan dielusi dengan air : methanol, asam asetat (55:45:1, v/v/v), kemudian dilakukan penentuan konsentrasi dengan fluoresensi (530 nm-328 nm).

Uji Kualitatif MSG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar