Sabtu, 14 Januari 2012

Artikel Kimia

Artikel Kimia


Jarak Pagar Lebih Fleksibel dari Kelapa Sawit

Posted: 14 Jan 2012 07:45 AM PST

Jarak pagar (Jathropa curcas) menjadi sangat populer ketika muncul sebagai energi alternatif ramah lingkungan. Biji-bijinya mampu menghasilkan minyak campuran untuk solar. Selain dari jarak pagar, pada dasarnya minyak yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan bahan campuran solar, misalnya kelapa sawit atau kedelai dan minyak nabati (biodiesel) memiliki nilai cetane (oktan pada bensin) lebih tinggi daripada solar murni. Solar yang dicampur dengan minyak nabati menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna daripada solar murni, sehingga emisi lebih aman bagi lingkungan.

"Jika solar murni nilai angka cetane-nya sekitar 47, biodiesel antara 60 hingga
62," kata Sony Solistia Wirawan, Kepala Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong, Selasa (14/2). Dalam satu liter bahan bakar, komposisi minyak nabati yang dapat digunakan baru 30 persen agar tidak mengganggu mesin yang dipakai kendaraan sekarang.

Menurutnya, di beberapa negara maju, biodiesel bahkan telah digunakan 100 persen dengan modifikasi mesin. Bahan-bahan dari karet diganti dengan sintesis viton yang tahan minyak. Meskipun percobaan baru dilakukan untuk minyak nabati dari bahan kepala sawit, menurut Sony, hal tersebut dapat dilakukan juga untuk minyak jarak. Minyak mentah hasil perasan biji kering akan diolah dengan proses trans-esterifikasi menggunakan metanol untuk memisahkan air. Reaksi tersebut tergolong sederhana dan hanya diperlukan sekitar 10 persen metanol.

Hampir 100 persen minyak dapat dimurnikan, bahkan menghasilkan produk samping gliserol yang juga bernilai ekonomi. "Secara teknis prosesnya tidak jauh berbeda dengan pengolahan minyak goreng," katanya. Hanya saja, pasokan bahan baku minyak nabati jumlahnya masih terbatas. Kelapa sawit masih ekonomis diolah menjadi minyak goreng, meskipun minyak mentahnya (CPO) yang berkualitas rendah berpotensi untuk diolah menjadi biodiesel.

Jika dibandingkan, jarak pagar mungkin lebih berpotensi daripada kelapa sawit. Jarak pagar yang dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia baru digunakan sebagai pagar hidup. Tumbuhan bergetah ini dapat tumbuh di mana saja, hidup di berbagai kondisi tanah, dan tahan kekeringan, tidak seperti kelapa sawit, yang membutuhkan lahan khusus, ketinggian daerah, dan faktor iklim tertentu. Oleh karena itu, para peneliti BPPT berharap bahwa pengembangan jarak pagar tidak diarahkan untuk merelokasi lahan subur, namun memberdayakan lahan kritis.

Sumber: Kompas, 15 Februari 2006

Biodiesel, Bahan Bakar Olahan Minim Polusi

Posted: 14 Jan 2012 04:42 AM PST

Palm atau minyak sawit biasanya dikenal sebagai minyak masak atau minyak goreng. Namun siapa sangka kalau minyak sawit juga mampu dimanfaatkan sebagai bahan bakar minyak bumi pengganti solar.

Seperti yang dilakukan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), secara solutif mampu sedikitnya meringankan beban PT Pertamina yang terus-menerus memasok solar. Penelitian ini sudah teruji pada sejumlah kendaraan diesel berbahan bakar solar. Seperti pada mesin traktor bahkan pada mobil produksi massal. Kendaraan tersebut telah diuji coba dan terbukti mampu melaju dengan menggunakan campuran minyak sawit dan solar.

"Palm diesel ini sebenarnya berasal dari minyak sawit yang dibuat dengan cara esterifikasi minyak sawit dengan metanol menggunakan katalis pada kondisi tertentu. Spesifikasi teknis dari biodiesel minyak sawit ini juga memenuhi standar ASTM PS 121 dan sesuai dengan bahan diesel dari minyak bumi atau petrodiesel," kata Direktur PPKS Medan, Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro. Sementara itu menurut salah seorang peneliti dan pengembang biodisel, Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M. Sc, bagi pengguna mobil diesel, biodiesel ini memberikan banyak keuntungan. Meskipun setelah diteliti ternyata biodiesel lebih boros 5% dibanding solar, namun dari segi kesehatan biodiesel mampu menjaga lapisan ozon.

Sedangkan dari penggunaan biodiesel bagi kendaraan, setidaknya dalam satu liter biodiesel mampu menggerakkan mesin mobil sejauh 12 km. "Jika kami jual, harga bahan bakar ini diperkirakan mencapai Rp5.500,00 sampai Rp5.700,00. Jangan dilihat dari segi mahalnya, tapi lihatlah efeknya bagi lingkungan," tuturnya.

Diungkapkan Tjahjono, selama ini biodiesel digunakan sebagai bahan campuran minyak solar. Hal ini dikarenakan minyak sawit memiliki sifat melarutkan karet alam, seperti yang terdapat pada selang karet bahan bakar serta karet mesin. "Untuk itulah kami hanya memberikan persentase skala 10 antara campuran keduanya, yakni 9 : 1. Sembilan untuk solar sementara biodiesel minyak sawit hanya
satu,"ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar